Kamis, 03 Januari 2019

Legenda Puyang Gadis Kabupaten Empat Lawang

Legenda Puyang Gadis
Oleh: Anita Silvia
Ketua Forum Lingkar Pena Cabang Empat Lawang


            Puyang Gadis adalah salah satu legenda yang sangat terkenal di setiap sudut Empat Lawang. Semua masyarakat Bumi Saling Keruani Sangi Kerawati mengetahui tentang legenda tersebut. Dari segi penamaan tokoh terdapat banyak versi cerita legenda yang ada di masyarakat. Namun demikian tak menghilangkan esensi sebenarnya dari legenda Puyang Gadis.
            Berawal dari sebuah kisah seorang gadis nan cantik jelita yang lahir di desa Kupang. Desa tersebut saat ini terletak di Kecamatan Tebing Tinggi berjarak sekitar 2 km dari perumahan dinas Bupati Empat Lawang. Diberi nama Kupang karena konon katanya di desa tersebut banyak ditumbuhi tanaman Kupang. Ada yang menyebut gadis cantik itu bernama Siti Rohina, ada juga yang mengatakan namanya Siti Lam Jen’ah, dan ada juga yang mengatakan ia bernama Mahina. Terlepas dari siapapun namanya, ia merupakan gadis miskin yang dijuluki dengan Kembang Desa Kupang. Siti Rohina dikaruniai kecantikan lahir dan bathin. Tak hanya parasnya nan jelita, ia juga sangat rendah hati. Meski terlahir dengan wajah menawan, tak pernah sekalipun ia meninggikan hati. Bahkan kecantikannya sudah tersebar keluar desa Kupang.
Siti Rohina tinggal bersama kakak kesayangannya, ayah dan ibu mereka sudah tiada. Sama hanya dengan Siti Rohina, terdapat perbedaan nama mengenai kakak Siti Rohina. Ada yang menyebutnya Hulu Balang, ada juga yang bilang namanya Abdul Amaran dan diberi julukan Bujang Juaro. Abdul Amaran memiliki ilmu silat dengan kesaktian yang tinggi serta piawai dalam berbagai hal. Ia adalah sosok laki-laki yang sangat menyayangi adiknya.
            Pada suatu hari, Siti Rohina bersama dengan gadis lainnya sedang mencuci pakaian dan mandi di sungai yang ada di dekat Desa Kupang. Mereka terlalu asyik bermain air dan menikmati keindahan sungai yang sejuk dan jernih. Siti Rohina dan teman-temannya menghabiskan waktu di sungai hingga sore hari. Saat hendak pulang, Siti Rohina lupa membawa tempat alat-alat mandinya atau disebut dengan Tukuk Labu. Ada juga yang bilang Tukuk Labu itu tak sengaja hanyut terbawa arus sungai saat mereka sedang asyik bermain air. Pada intinya, Siti Rohina kehilangan Tukuk Labu-nya.
Jam berganti hari. Hari berganti minggu. Tukuk Labu milik Siti Rohina berkelana terbawa arus hingga ke Sungai Musi Palembang.
            Di suatu sore nan berawan, sebuah kapal besar atau Jung melintas diperairan Sungai Musi kota Palembang. Kapal itu milik seorang Sunan Palembang yang sangat kaya raya. Salah seorang pengawal melihat benda aneh yang mengapung di atas permukaan air.
            “Tuanku Sunan. Tengok, ado sesuatu yang mengambang di sano.” Salah seorang pengawal menunjuk ke arah tujuan.
            “Cepat kau ambekkan untukku.” Perintah Sunan Palembang.
            Dengan serta merta pengawal tersebut mengambil benda yang mengapung.
            “Benda ini aneh nian, tuanku Sunan,” pengawal yang lain berbicara.
            “Yo, kau benar. Ini aneh nian. Aku jadi penasaran benda ini apo dan milik siapo.” Sunan Palembang benar-benar dibuat penasaran.
            “Kalau cak itu cepat kau carikan ahli nujum.” Perintah Sunan kepada salah satu pengawalnya.
            “Baik, Sunan.” Yang diperintah mencari ahli nujum setelah kapal mereka menepi di tujuan.
            Alhasil mereka menemukan ahli nujum yang kemampuannya tidak diragukan lagi. Segeralah Sunan Palembang menemui ahli nujum tersebut dengan harapan tinggi dapat mengetahui mengenai benda aneh yang ditemukannya.
            “Cubo kau cari tahu benda apo dan milik siapo ini?” Perintah Sunan Palembang.
            Si ahli nujum mengambil benda itu lalu mengucapkan beberapa mantra yang terdengar asing bahkan aneh. Hanya si ahli nujum yang mengetahui makna ucapannya.
            Tak butuh waktu lama untuk memenuhi hasrat keingintahuan Sunan Palembang, si ahli nujum sudah mengetahui nama benda itu, siapa pemiliknya serta darimana asalnya.
            “Apo kau sudah tau?” Tanya Sunan Palembang penasaran.
            “Yo, Sunan. Aku sudah tahu.” Jawab ahli nujum dengan mantap.
            “Cepat beritahu aku.” Sunan Palembang semakin tak sabaran.
            “Benda ini namonyo Tukuk Labu. Biasonyo dipakai untuk narok perlengkapan mandi. Tukuk Labu ini punyo gadis beagak namonyo Siti Rohina.” Si ahli nujum diam sejenak.
            Mendengar pemilik Tukuk Labu itu seorang gadis cantik, Sunan Palembang semakin bersemangat dan semakin tak sabaran.
            “Lalu dimano Siti Rohina tinggal?” Sunan Palembang mendesak.
            Si ahli nujum menarik nafas pendek lalu melanjutkan ucapannya.
            “Siti Rohina tinggal di desa yang banyak ditumbuhi tanaman Kupang di belahan Sungai Musi arah Selatan. Dio adalah kembang desa yatim piatu dan berasal jak di keluargo miskin. Kalau Sunan nak pegi ke sano maka harus pakai perahu.”
            Setelah mengetahui semuanya, Sunan Palembang memutuskan untuk berkunjung menemui Siti Rohina. Ia memang tipe laki-laki yang sangat suka dengan gadis cantik. Karena itulah Sunan Palembang memiliki banyak selir.
            Tanpa menunggu waktu lama, esok hari pagi-pagi sekali Sunan Palembang dengan didampingi pengawalnya segera meluncur ke desa yang banyak ditumbuhi tanaman Kupang. Kapal megah milik Sunan Palembang berlayar menuju ke kampung Siti Rohina. Setibanya di tempat tujuan, masyarakat Desa Kupang dibuat kaget dengan kedatangan seorang tamu terhormat yang turun dari kapal mewah.
            “Kau cari tahu dimano rumah Siti Rohina.” Perintah Sunan Palembang kepada pengawalnya.
            “Baik, tuanku.”
            Tak sulit mencari rumah gadis paling cantik di desa Kupang. Masyarakat yang sedang mencari ikan segera menunjukkan rumah Siti Rohina.
            Sayangnya, pada hari pertama berkunjung, Sunan Palembang tak dapat berjumpa dengan gadis cantik idamannya dikarenakan Siti Rohina sedang nyamah atau menangkap ikan hanya dengan menggunakan tangan. Hanya ada Bujang Juaro di rumahnya.
            Sunan Palembang menyampaikan maksud dan tujuannya datang ke Desa Kupang. Mengetahui hal tersebut Bujang Juaro sangat terkejut. Ketenaran Sunan Palembang yang memiliki banyak selir sudah tersebar luas. Termasuk Bujang Juaro mengetahui hal tersebut. Ia jelas tak ingin jika adik kesayangannya menjadi selir dari orang seperti Sunan Palembang.
            “Kalau begitu silakan Sunan Palembang datang ke sini tigo hari lagi.” Ucap Bujang Juaro dengan sopan.
            “Baiklah. Tigo hari lagi harus ado kabar baik yang aku terimo,” Sunan Palembang agak sedikit kecewa karena tak bisa menemui Siti Rohina.
            Sepulangnya Siti Rohina dari nyamah di sungai, Bujang Juaro langsung menceritakan perihal yang terjadi selama adiknya tak ada di rumah. Sontak Siti Rohina terkejut dan menolak pinangan dari Sunan Palembang.
            “Kak, Rohina dak galak menikah dan jadi selir dari Sunan Palembang itu. Kakak kan tahu kalau dio punyo banyak selir,”
            “Aku pun tambah dak galak jikalau adikku menjadi selir.”
            Mereka terdiam sejenak. Lalu Bujang Juaro punya rencana agar Sunan Palembang tak bertemu Siti Rohina.
            “Nah, aku punyo akal. Klek kalau si Sunan itu datang agi ke sini, kau nyemuni lah dulu ke desa sebelah, Batu Pance. Jangan balik sebelum rombongan Sunan itu balik,”
            “Ao, kak.”
**********
            Tibalah hari yang telah dijanjikan. Sunan Palembang beserta pengawalnya datang kembali ke rumah Siti Rohina dengan harapan bisa bertemu dengan kembang desa tersebut. Namun sayang, Sunan Palembang dibuat kesal dengan tidak adanya Siti Rohina. Untuk kedua kalinya Sunan Palembang merasa kecewa.
            “Dimano Siti Rohina?” Tanya Sunan Palembang menyelidik.
            “Maafkan aku, Sunan. Siti Rohina sedang dak katek di rumah.” Jawab Bujang Juaro tegas.
            Tampak jelas dari raut Bujang Juaro bahwa ia menolak kedatangan rombongan. Sunan Palembang yang merasa dipermainkan tidak terima dengan perlakuan si Bujang Juaro. Ia sangat kesal dan memerintahkan para pengawalnya untuk menyerang Bujang Juaro. Namun sayang, kesaktian Bujang Juaro sudah terkenal seantero nusantara, tak ada satupun dari pengawal Sunan Palembang mampu menumbangkan Bujang Juaro. Malah satu per satu para pengawal dikalahkan. Hari kedua kedatangannya, Sunan Palembang kembali pulang dengan tangan kosong.
            Sekembalinya Sunan Palembang ke tanah asalnya, Bujang Juaro memerintahkan Siti Rohina yang sedang bersembunyi di desa Batu Pance untuk kembali ke desa Kupang. Kali ini, mereka harus menyiapkan siasat terbaru agar Siti Rohina tidak bertemu dengan Sunan Palembang yang belum juga menyerah bahkan rasa penasarannya semakin menggebu. Tak baik jika Siti Rohina kembali ke desa Batu Pance, cepat atau lambat Sunan Palembang pasti akan mengetahuinya.
            Lama mereka berpikir, akhirnya Bujang Juaro bersama warga desa Kupang menemukan ide brilian untuk menyembunyikan Siti Rohina. Mereka memutuskan membuatkan lubang persembunyian untuk Siti Rohina yang dibuatkan di belakang rumahnya. Alhasil setiap kali Sunan Palembang dan rombongan ke Desa Kupang untuk menjemput paksa Siti Rohina, mereka harus kembali dengan tangan kosong. Ditambah lagi warga desa Kupang sudah sangat geram dan merasa terganggu dengan kedatangan mereka.
            Pada suatu hari saat Sunan Palembang dan para pengawalnya kembali ke desa Kupang, bergegaslah Bujang Juaro dan warga menyembunyikan Siti Rohina ke dalam lubang dengan sangat terburu-buru. Kali ini Sunan Palembang sungguh amat geram dan terpaksa meninggalkan desa Kupang tanpa membawa apa-apa.
            Seketika Bujang Juaro tersadar dan tersentak bahwa dirinya lupa memberikan bambu yang biasanya digunakan Siti Rohina untuk jalur pernafasan.
            “Alamak, aku nede tegingat masangka bolo pernafasan di lubang Siti Rohina,” ucap Bujang Juaro dengan wajah cemas.
            Segeralah mereka menggali lubang tersebut tapi alangkah terkejutnya, di dalam lubang tak dijumpai Siti Rohina. Hanya menyisahkan sehelai pakaiannya saja. lalu tiba-tiba terdengarlah suara ghaib dari Siti Rohina.
            Uman ade anak cucong aku yang kecantikannyo lebih dari aku, make die nede kan panjang umur, dia pasti mati mude. Make nede tejadi hal yang same lok aku.
            Kisah dari Puyang gadis ini sangat diyakini oleh warga desa Kupang hingga saat ini. Menurut pengakuan dari warga setempat sudah banyak terjadi gadis Kupang yang cantik jelita selalu saja mati muda atau meninggal sebelum menikah.
            Bahkan kuburan Puyang Gadis yang berdampingan dengan kuburan Bujang Jauro  sering diziarahi oleh warga setempat. Hal aneh lainnya ialah kuburan Puyang gadis selalu meninggi beberapa sentimeter setiap tahunnya. Fenomena tersebut diyakini agar warga desa Kupang selalu mengenang Puyang Gadis.









Biografi Penulis


Anita Silvia, lahir di Tebing Tinggi, 09 Oktober 1993. Anak pertama dari pasangan Lukman dan Elvi Sukaisi. Memiliki dua orang adik laki-laki, Yoga Satya Bimantara yang sekarang sedang melanjutkan pendidikan prodi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN Bengkulu), Rama Ardiansyah Putra yang sekarang sedang duduk di kelas VIII MTS Negeri 1 Empat Lawang.
Kerap disapa dengan panggilan Anita, ia menamatkan pendidikan di SD Negeri 7 Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang, SMP Negeri 1 Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang, dan SMA Negeri 1 Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang.
Pada 2011, Anita melanjutkan studi ke Instutiut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu jurusan Dakwah prodi Bimbingan Konseling Islam (BKI) dan berhasil memperoleh gelar sarjana Sosial Islam strata I pada tahun 2015.
Semasa di kampus, Anita mengembangkan hobinya di dunia literasi, pada 2014 berhasil menerbitkan buku fiksi kumpulan cerpen yang berjudul Cahaya di Ujung Kelam, dan buku ontologi cerpen Satu Hati Tujuh Purnama karyanya bersama dengan enam penulis lainnya. Pada tahun 2015, Anita kembali menerbitkan buku novel yang berjudul Putri Empat Lawang Mengawali Mimpi di Bumi Raflesia. Pada tahun 2018 dipercaya untuk menulis buku biografi H. Syahril Hanafiah, S.Ip, MM (Bupati Empat Lawang periode 2016-2018). Tak hanya hobi menulis, Anita juga merambah ke dunia kepenyiaran. Ia menjadi salah satu penyiar radio kampus L-Baas 97,6 FM IAIN Bengkulu.
Usai menuntut ilmu di kota seberang, Anita memutuskan untuk kembali ke tanah kelahiran. Ingin mentransfer ilmu-ilmu kepenulisan yang didapat. Langkahnya dimulai dengan dirinya menjadi Ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Empat Lawang, yakni organisasi yang bergerak di bidang kepenulisan. Melalui FLP, Anita ingin membentuk generasi remaja Empat Lawang yang berkarya. Mengkaderisasi remaja-remaja Empat Lawang untuk menjadi seorang penulis, mengharumkan nama Empat Lawang dalam dunia literasi. Saat ini, Anita bekerja sebagai jurnalis di kantor Surat Kabar Harian Pagi Rakyat Empat Lawang.
Agar komunikasi dengan pembaca dapat terjalin dengan mudah, bisa menghubungi ke 0823 7116 8507 atau kirim email ke Anitalukman26@gmail.com.


*Menulis untuk Mencerahkan*
*Waktunya yang muda yang berkarya*